Penulis sedang menikmati teh sore ketika salah satu kerabat datang dan bercerita bahwa dirinya merasa ditipu dengan salah satu asuransi. Setiap bulan, uang pensiunnya dipotong untuk membayar asuransi dan investasi, dengan janji bahwa dia akan mendapatkan hasil investasinya setelah 3 tahun. Selang tiga tahun berjalan, kerabat saya datang ke asuransi tersebut untuk mencairkan investasinya, tak dinyana, financial planner nya menyarankan agar asuransi + investasinya (biasa disebut unit link) diperpanjang hingga 5 tahun agar nilai investasinya semakin besar, kerabat saya setuju saja.
Dalam kurun waktu lima tahun tersebut, kerabat saya tidak pernah klaim asuransi maupun mengubah klausul perjanjian. Hingga akhirnya ketika tiba waktu pencairan, nilai investasinya ternyata tidak sebesar yang dijanjikan, malah diberikan penjelasan klausul dan perhitungan rumit yang sepenuhnya tante saya tidak mengerti, dan bahkan ditawarkan perpanjangan lagi yang otomatis ditolak oleh tante saya. Dengan perasaan dongkol dan langkah gontai, tante pulang dan berpikir kok bisa ya ada produk asuransi + investasi yang ternyata malah menghanguskan uangnya.
Menjawab pertanyaan di atas, kerabat saya tidak sendiri, ternyata ada banyak ribuan untuk tidak mengatakan jutaan orang yang kepincut mendengar terma investasi dan tertarik menanamkan uangnya dengan harapan mendapatkan easy money, dan perilaku itu lumrah terjadi, “no one crazy” begitu kata Morgan Housel, penulis buku laris The Psychology of Money. Setiap orang menginginkan kekayaan dan kesejahteraan, serta gaya hidup yang ditampilkan di tv-tv. Dari sanalah mulai muncul produk-produk investasi yang menawarkan kehidupan yang lebih baik, nasehat dan filosofi keuangan bertebaran dimana-mana, muncul profesi financial advisor dan lain sebagainya. Morgan Housel mencatat, perkembangan yang sangat signifikan terjadi di dua hal, pertama medis dan kedua keuangan. But the question is apakah dengan perkambangan produk keuangan menghindarkan orang dari penipuan, meningkatkan kesejahteraan, dan lainnya. Jawabannya zero.
Frankly speaking, penulis selalu amaze dengan nasehat-nasehat keuangan yang dilontarkan oleh para financial planner atau financial advisor, mereka menggunakan istilah-istilah keuangan yang canggih dengan mengambil contoh sukses seseorang yang menampilkan kesejahteraan dengan iming-iming tawaran asuransi, investasi maupun hal-hal semacam itu. Tapi penulis tidak pernah menyaksikan orang-orang yang mengikuti nasehat financial planner menjadi sukses, yang ada berujung pada penipuan atau apapun semacam itu.
Penulis malah lebih menyukai nasehat-nasehat orang tua yang kemudian terbukti sukses membuat seorang anak sejahtera. Penulis menyukai kata-kata nenek Georgia dalam film Georgia Rule “You live here, you work” yang berarti bahwa seseorang harus bekerja agar bisa hidup. Ibu penulis selalu menasehati anaknya untuk menabung, jangan pernah berhutang, dan jangan hidup royal. Pertanyaannya, pernahkah teman Jakartans mendapatkan nasehat orang tua tentang bekerja, tentang uang, dan tentang kesejahteraan. Nasehat orang tua yang tidak lekang oleh waktu, walaupun mungkin kalah fancy dengan ajaran-ajaran sekarang, tapi entah kenapa justru nasehat tersebut terbukti benar dikemudian hari.

Di rangkum dari buku The Psychology of Money karya Morgan Housel, berikut adalah lima filosofi keuangan yang mungkin terdengar usang namun sejatinya inilah kebenaran hakiki tentang uang yang perlu untuk diketahui semua orang.
Mengelola Uang dengan Hati
Seperti yang penulis sebut di atas, produk-produk keuangan tiap hari muncul dengan beragam benefit yang menjanjikan, tapi itu semua tidak menjadikan dunia ini kemudian bebas dari penipuan, setiap hari muncul berita-berita penipuan keuangan mulai dari skala kecil hingga global. Orang-orang yang hari ini terlihat kaya besoknya bisa jadi bangkrut, padahal orang-orang ini adalah jebolan Wall Street yang ahli dalam penghitungan keuangan. Morgan Housel mengatakan mengelola keuangan lebih kepada emosi dibandingkan dengan angka-angka matematis. Orang yang mengelola keuangannya dengan hati, akan berakhir dengan baik walaupun mungkin dia tidak memiliki portfolio investasi, sementara orang yang mengelola keuangannya dengan angka-angka, biasanya terbuai dan akhirnya mengalami kebangkrutan walaupun dia memiliki sederetan sertifikat manajemen risiko maupun keuangan.
Memahami arti kata Cukup.
Apa yang membuat seorang Rajat Gupta, banker Goldman Sachs yang sukses menaiki tangga kesuksesan dunia keuangan New York akhirnya berakhir di penjara. Gupta tidak mengenal kata cukup. Gupta yang lahir di kota kumuh Kalkota, India sukses menaiki karirnya hingga menjadi CEO McKinsey, sebuah firma konsultasi global yang menahbiskannya menjadi seorang yang sukses di usia 40. Gupta lalu bergabung dengan jajaran investor Goldman Sachs, dan terus mencari celah untuk bisa duduk bersama jajaran Billionaire Club. Gupta lalu menemukan berbagai celah, untuk bisa mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya walaupun dia sudah memiliki kekayaan lebih dari 100 Juta US Dollar. Menggunakan insider trading, Gupta menciptakan demand fiktif yang memaksa orang-orang membeli saham. Praktiknya ini kemudian dibongkar oleh kepolisian federal dan Gupta meringkuk di penjara.
Orang-orang seperti Gupta, seperti kebanyakan yang lain adalah orang yang tidak mengerti akan kata cukup. Not Enough. Mereka inilah yang disebut dengan orang-orang Wall Street yang greedy dengan uang. Filosofi kedua tentang uang adalah mengerti akan kata cukup. Setiap orang berhak mendapatkan penghidupan dan usaha yang layak sehingga bisa hidup layak. Namun adakalanya juga manusia harus merasa cukup agar terhindar dari sikap rakus dan serakah.
Tidak ada Kaya dalam Semalam
Filosofi ketiga adalah, if you want to be rich, you got to work. Kalau kamu pingin kaya, kamu harus bekerja, tidak ada kekayaan yang datang dengan sendirinya. Tapi pada kenyataannya banyak yang terbuai ingin mendapatkan uang dengan gampang tanpa berlelah-lelah dan bekerja keras. Ini menjelaskan mengapa profesi-profesi seperti youtuber, influencer, artis, digandrungi. Arisan berhadiah jutaan juga digandrungi, investasi dengan return berkali-kali lipat juga banyak yang mau. Ini karena semuanya mengharapkan kaya dengan cepat. Padahal there is a price to pay.
You Don’t Need a Reason to Saving
Pelajaran keempat adalah apapun kondisinya, kamu harus menabung. Hal yang perlu untuk diketahui adalah bahwa kekayaan harus dipupuk dengan sabar, menabung sedikit demi sedikit, tidak perlu tergesa-gesa. Masalah terbesar adalah terkadang manusia suka membandingkan dirinya dengan orang lain yang membuat usaha seseorang terkadang terburu-buru dan tidak sabar. Kekayaan Warren Buffet sebesar 84 Miliar US Dollar, 81 Miliarnya didapat setelah usianya menginjak 65 tahun. Ronald Read, seorang janitor yang belakangan Namanya dikenang sebagai philanthropist, mewariskan kekayaan lebih dari 8 juta US Dollar setelah sebelumnya dia selalu menabung dari hasil pekerjaannya sebagai orang office boy.
Throw Away How to Impress
Ada alasan mengapa orang membeli baju bermerek, memakai jam mahal, menggunakan Lamborghini, dan menampilkan kekayaannya di linimasa Instagram. Sebenarnya mereka sedang flexing, mencoba mengimpresi, mencoba membuat pengikutnya terkesan sehingga anda mendapatkan respect dari mereka. Padahal respect didapat dari perilaku bukan dari kekayaan. Satu hal yang perlu diketahui, orang akan kagum dengan mobil mewah, bukan dengan pengendaranya. Jadi pelajaran terpenting, buang jauh-jauh keinginan untuk mengimpresi atau bahasa kerennya pencitraan. Cara tercepat menghabiskan uang adalah dengan menunjukkan ke orang-orang betapa kaya nya dirimu.