Seminggu di Singapore

Ada sensasi tersendiri ketika penulis menikmati sepotong toast dan egg benedict berikut dengan secangkir kopi di salah satu kedai yang berada di sepanjang pedestrian dekat Merlion Park. Jauh di sana terlihat dengan gagah gedung-gedung pencakar langit dengan gedung ikonik Marina Bay Sands, beberapa cruise tampak berlalu lalang menyusuri Singapore River yang mengalir tenang dari Alexandra Road hingga Marina Reservoir. Sembari mengaduk kopi, penulis sempat berujar betapa enaknya hidup di Singapore.

Semua bermula dari panggilan telephone dari ketua departemen di mana penulis menjadi pengajar di kampus tersebut. Beliau menanyakan apakah penulis memiliki passport, kalau punya segera fotokan dan kirim ke kantor urusan internasional, saya dan tiga dosen lainnya akan berangkat ke Singapore. Dalam benak penulis waktu itu, mimpi apa semalem, mendadak dapat kabar menggembirakan. Tanpa perlu panjang lebar, penulis fotokan halaman depan passport dan tadaaa, Singapore here we come.

Typical breakfast in stall near Merlion Park

Penulis sebelumnya sudah pernah ke Singapore tahun 2015 yang lalu, sewaktu mengikuti Rihlah Ilmiah ke Malaysia dan Singapore. Itupun hanya sebentar, tidak kepikiran akan tinggal lama setidaknya seminggu di Singapore. Saat kaki menginjakkan diri di Changi Airport, penulis terkenang dengan kejadian di mana petugas di Singapore sangat ketat. Semua administrasi penerbangan harus ditulis dengan baik dan benar, tidak boleh ada bawaan barang mewah melebihi kapasitas daya beli. Benar saja, saat kolega penulis tidak menuliskan form dimana dia akan tinggal, langsung ditahan oleh petugas imigrasi dan ditanya macam-macam. Penulis dipanggil untuk bisa menjelaskan dimana kita akan tinggal dan kegiatan apa yang akan dilakukan selama semingguan.

Penulis dan rombongan akan tinggal di Singapore selama kurang lebih satu minggu untuk mengikuti Learning Express for Design Thinking yang diselenggarakan oleh Singapore Polytechnic. Kegiatan tersebut adalah pelatihan singkat selama lima hari tentang design thinking yang diikuti oleh banyak instruktur dari berbagai negara di Asia, termasuk negara-negara ASEAN dan China. Selama di Singapore penulis dan rekan akan tinggal di Singapore Polytechnic Apartment dimana penulis akan share dengan participant lain.

Living in Singapore

Tinggal di Singapore memang serba tertib, efisien, fungsional, dan bersih. Apartemen di sana memiliki system pengolahan sampah yang modern, dimana tiap-tiap unit bisa langsung membuang sampah ke tempat yang terhubung langsung di truk bawah untuk kemudian diangkut tiap malam. Walaupun begitu kompor gas yang digunakan tidak seperti di Indonesia yang langsung nyala ketika diputar. Kompor di sana harus dipantik dengan korek api. Pun dengan kamar mandi yang sangat efisien dengan air. Kita yang terbiasa mandi jebar jebur dengan air yang berlimpah harus hemat air.

Orang-orang di Singapore sangat disiplin dan mereka menggunakan standar waktu yang berbeda dengan wilayah yang relative sama. Jakarta yang notabene lebih timur ternyata lebih lambat dari waktu Singapore yang maju satu jam. Jam 7 waktu Jakarta sudah jam 8 waktu Singapore. Jadi jam 6 (waktu Jakarta) mereka sudah masuk kelas atau masuk kerja.

Pun dengan etos kerja mereka yang sangat andal, mereka bekerja keras dari jam 7 pagi hingga jam 7 malam, salah satu instruktur dari Singapore menjelaskan bahwa satu-satunya sumber daya yang dimiliki Singapore adalah manusianya, jadi orang-orang Singapore hanya bekerja dan bekerja tanpa lelah. Bahkan di usia senjanya, orang-orang Singapore masih harus bekerja seperti membersihkan cutlery dan sampah-sampah di tempat makan.

Akibatnya orang-orang Singapore terkesan tidak ramah, karena beban kerja yang dimiliki. Suatu waktu, penulis dan rekan berkunjung ke Orchard Road, penulis bertanya kepada anak muda bagaimana kalau harus ke Orchard Road dan dia menjawab ketus, seperti tidak mau beramah tamah. Pun ketika penulis bertanya kepada orang tua yang sedang membersihkan stall di kantin kampus, ia menjawab dengan nada tinggi.

Night vibe in Orchard Road, Singapore

Hal lain yang penulis cermati tentang kehidupan Singapore adalah fasilitas public yang sangat mudah dijangkau oleh warga Singapore. MRT terhubung hingga ke sudut-sudut kota Singapore, saya begitu ikut training, dibekali oleh pihak kampus map kecil yang menjelaskan transportasi MRT dan Bus di Singapore yang saling terkait. Tapi bagi penulis lebih mudah menggunakan MRT daripada Bus. Karena sangat mudah dipahami dibandingkan bus.

Entah karena saking mudah nya transportasi public di Singapore atau saking mahalnya pajak dan denda di Singapore, penulis jarang melihat mobil lalu lalang apalagi sampai terjadi kemacetan seperti Jakarta, orang-orang lebih memilih jalan kaki dari satu tempat ke tempat lain walau itu lumayan jauh. Sebagai contoh, antara kampus dengan apartemen tidak begitu jauh, kalau menggunakan kacamata dan standar orang Singapore yang memang gemar berjalan kaki. Kalau bagi kami yang kemana-mana naik motor sudah bisa dipastikan jauh dan capek. Kampus dan apartemen lokasinya di daerah Dover, dekat dengan National University of Singapore.

Satu lagi, orang-orang Singapore saking tidak punya waktu luang, mereka memanfaatkan waktu malam untuk lari-lari di sepanjang pedestrian. Bahkan untuk kencan pun, mereka memanfaatkan waktu pulang bersama di MRT untuk bercumbu atau sekadar ngobrol. Hanya kita-kita orang Indonesia yang gemar sekali berfoto-foto dan bercanda ria di MRT.

Oiya, hampir terlupa, waktu penulis mengikuti training, ada waktu untuk berkunjung ke salah satu komplek apartemen punya pemerintah yang dikhususkan untuk orang-orang lansia, mereka tinggal di sana dan hidup jauh dari anak dan keluarganya. Masing-masing, tidak mengenal ras, hidup rukun dalam kompleks dan mengikuti kegiatan yang dijadwalkan oleh mereka, baik itu jalan-jalan, berkebun dan bahkan mengerjakan kerajinan lain.

Singapore Marine Academy, Singapore

Must Visit in Singapore

Dalam kunjungan sepekan di Singapore ini, penulis tidak berkunjung ke Sentosa Island karena sudah pernah ke sana pada waktu kunjungan pertama. Kali ini penulis hanya membahas lokasi yang kami kunjungi. So, if you have full of money, Marina Bay Sands adalah spot yang memang harus dikunjungi. Kamu bisa naik ke lantai tertinggi dan berenang di gedung tertinggi di Singapore tersebut. Selain itu kamu juga berfoto gratis di Merlion Park, menikmati jajanan di sepanjang pedestrian dekat Merlion. Jikalau sempat ya ikut Singapore River Cruise dan menikmati pemandangan kota Singapore sepanjang sungai Singapore. Melihat Victoria Museum dan oh, kalau kamu mampu membeli tiket masuk Esplanade maka bisa menikmati pertunjukan teater yang luar biasa. Tapi kalau kamu berbudget pas-pasan, menikmati merlion park dan pertunjukan lampu di malam hari sudah termasuk luar biasa kok.

Selain itu, kalau kamu doyan berbelanja, ada baiknya ya berkunjung ke Bugis Street dan Little India, dimana kamu bisa membeli banyak pernak pernik oleh-oleh yang murah sebagai cinderamata untuk keluarga di rumah dan kolega di kantor.

Saomi Rizqiyanto

A scholars who also an enterpreneur. Graduate from University of Indonesia and Lecturer at State Islamic University Jakarta. A founder and CEO of Masamitra, an independent media consultant.