Cliché, itu adalah kata yang tepat untuk menggambarkan adegan akhir dari film Ada Apa Dengan Cinta 2 yang mulai perdana pada 28 April yang lalu. Saat Cinta dengan putus asa mengejar Rangga yang hendak terbang kembali ke New York, membawa ingatan penonton kembali pada 14 tahun yang lalu saat adegan Cinta yang berlari berteriak mengejar Rangga di AADC pertama. Bisa jadi penonton memahami bahwa mungkin creator film ingin mengajak kembali penonton untuk bernostalgia, tapi yang terburuk adalah saat Cinta menyusul Rangga di New York, dan mendapati Rangga berpelukan dengan wanita lain, itu adalah bagian paling buruk. Apakah Riri Riza dan Mira Lesmana terlalu banyak menonton film Holywood sehingga pakem itu dipakai, atau kehabisan jalan cerita sehingga terkesan asal menggunting gambar film lain dan memaksakannya di AADC 2.
Penulis cukup senang ketika pada akhirnya Miles Film mengumumkan akan membuat sequel dari AADC, sebuah film yang cukup fenomenal dan dianggap sebagai titik balik kebangkitan film Indonesia. AADC pertama penulis anggap sebagai sebuah film yang benar-benar menggunakan kekayaan budaya bangsa yakni Bahasa Indonesia, Karya Sastra Puisi, dan segala rupa khas Indonesia, seperti kacang rebus dan menjualnya dengan menggunakan formula Holywood. Apakah kekhasan AADC itu akan kembali dibuat dalam sequel nya nanti. Pertanyaan ini terus menerus menggenangi pikiran penulis. Hingga akhirnya, selasa kemarin, penulis mendapatkan kesempatan menonton film yang menurut berita pada hari ketiga sudah menembus angka tiga juta penonton, pencapaian fantastis bukan.
Hanya ada tiga kata untuk menggambarkan film AADC 2, yakni manis, realistic dan klise. Manis karena sejak pertama penggambaran film ini sudah menggambarkan adanya romantisme persahabatan antara geng Cinta. Berempat, Cinta, Maura, Karmen dan Milly, berencana untuk liburan ke Jogjakarta. Hal ini mereka lakukan untuk membantu Karmen yang sedang berjuang mengobati lara akibat ditinggal tunangannya dan kemudian terlibat dengan Narkoba. Di Jogjakarta mereka hang out layaknya sahabat, makan, jalan dan saling menolong, termasuk saat Carmen dan Milly secara mengejutkan menemukan sosok Rangga.

Jalinan cerita Rangga dan Cinta kembali berulang dan turut memberi rasa manis sepanjang film. Rasa manis itu sangat terasa saat Rangga dan Cinta jalan-jalan menelusuri Istana Ratu Boko, menonton pertunjukan wayang kertas di Papermoon Puppet Theater, hingga melewatkan malam di Punthuk Setumbu. Obrolan ringan yang terjadi dari kafe ke kafe, pertengkaran Cinta dan Rangga, dan bujukan bujukan Rangga sulit untuk dilupakan oleh penonton. Inikah yang disebut berdamai dengan masa lalu atau malah selingkuh dengan mantan pacar.
Kedua, film AADC 2 sangat realistic, 14 tahun bukan waktu yang singkat tapi juga bukan berarti seorang anak manusia bisa berubah dengan cepat. Rangga tetaplah seorang romantis yang gemar menulis esai dan puisi untuk majalah seni di New York. Bukan seorang yang sukses karena bagaimanapun dia tinggal di Brooklyn dan mengelola kafe kecil. Sementara Carmen terlibat narkoba, CInta yang bertunangan dan Milly yang sedang hamil. Semua itu terjadi dalam bilangan yang normal. Terkadang ada film yang menggambarkan sepuluh tahun dengan kesuksesan mewah dsb, film ini tidak demikian. Kisah Rangga yang bertemu dengan ibunya setelah sekian lama terpisah, sangat nyata dan cukup haru. Film ini juga masih menyuguhkan rasa Indonesia, dengan Jogjakarta sebagai setting, gudeg dan sate, candi, kopi, wayang, naik becak, semuanya menyuguhkan rasa Indonesia.
Hanya saja, jalan cerita yang cukup nyata dan manis ini diakhiri dengan gambar yang klise, adakah deskripsi lain untuk menjelaskan penyesalan dan pengakuan akan rasa yang cinta yang kuat selain mengejar seorang Rangga di Bandara. Adakah alternative lain untuk mengungkapkan penyesalan Cinta yang datang ke New York untuk mendapatkan Rangga kedua kalinya, selain mendapati sang pujaan hati berpelukan dengan wanita lain dan terjadi salah prasangka. Bagaimanapun Mira Lesmana dan Riri Riza punya alasan lain. Tapi bagi penulis, Mira dan Riri sebenarnya bisa mengeksplorasi lebih jauh untuk mengekspresikan cerita bagian New York ini.
Overall, film AADC 2 sangat layak ditonton, acting yang sangat sempurna dari Dian Sastrowardoyo merupakan nilai tambah yang sangat jarang dinikmati oleh pecinta film tanah air. Lalu puisi-puisi tentang New York dan tentang Cinta juga sangat dalam dan bisa difahami oleh seorang awam. Akhirnya selamat menonton.